Konsep Belajar Menurut Pandangan Islam

KONSEP BELAJAR MENURUT PANDANGAN ISLAM
Abstrak
Rasulullah SAW bersabda: “Mencari ilmu (belajar) wajib hukumnya bagi setiap orang Islam”. Dan pada kesempatan lain beliau pun pernah menganjurkan, agar manusia mencari ilmu meski berada di negeri orang (Cina) sekalipun; meski dari manapun datangnya. Hadis tentang belajar dan yang terkait dengan pencarian ilmu banyak disebut dalam al-Hadis, demikian juga dalam Al-Qur’an al-Karim. Hal ini merupakan indikasi, bahwa betapa belajar dan mencari ilmu itu sangat penting artinya bagi umat manusia. Dengan belajar manusia dapat mengerti akan dirinya, lingkungannya dan juga Tuhan-nya. Dengan belajar pula manusia mempu menciptakan kreasi unik dan spektakuler yang berupa teknologi.

Belajar dalam pandangan Islam memiliki arti yang sangat penting, sehingga hampir setiap saat manusia tak pernah lepas dari aktivitas belajar. Keunggulan suatu umat manusia atau bangsa juga akan sangat tergantung kepada seberapa banyak mereka menggunakan rasio, anugerah Tuhan untuk belajar dan memahami ayat-ayat Allah SWT. Hingga dalam al-Qur’an dinyatakan Tuhan akan mengangkat derajat orang yang berilmu ke derajat yang luhur (lihat : Qs. Al- Mujadilah : 11).

Apalagi dalam konsep Islam terdapat keyakinan yang menegaskan, bahwa belajar merupakan kewajiban dan berdosa bagi yang meninggalkannya. Keyakinan demikan ini begitu membentuk dalam diri umat yang beriman, sehingga mereka memiliki etos belajar yang tinggi dan penuh semangat serta mengharapkan “janji luhur” Tuhan sebagaimana yang difirmankan dalam ayat-Nya.

Bagaimanakah belajar menurut tuntutan Islam? Bagaimana konsep dan landasannya? Bagaimana aspek nilainya. Tulisan ini bermaksud menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas. Kemudian untuk memulai pembahasannya, di tampilkan beberapa konsep dan teori-teori belajar menurut konsep barat.

tr

1. Pengertian Belajar

Dalam konteks pendidikan, hampir semua aktivitas yang dilakukan adalah aktivitas belajar. Para Pakar psikologi saling berbeda dalam menjelaskan mengenai cara atau aktivitas belajar itu berlangsung. Akan tetapi dari beberapa penyelidikan dapat ditandai, bahwa belajar yang sukses selalu diikuti oleh kemajuan tertentu yang terbentuk dari pola pikir dan berbuat. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa aktivitas belajar ialah untuk memperoleh kesuksesan dalam pengembangan potensi-potensi seseorang. Beberapa aspek psikologis aktivitas belajar itu misalnya: motivasi, penguasaan keterampilan dan ilmu pengetahuan, pengembangan kejiwaan dan seterusnya.

Bahwa setiap saat dalam kehidupan mesti terjadi suatu proses belajar, baik disengaja atau tidak, disadari maupun tidak. Dari proses ini diperoleh suatu hasil, yang pada umumnya disebut sebagai hasil belajar. Tapi untuk memperoleh hasil yang optimal, maka proses belajar harus dilakukan dengan sadar dan sengaja dan terorganisasi dengan baik dan rapi. Atas dasar ini, maka proses belajar mengandung makna: proses internalisasi sesuatu ke dalam diri subyek didik; dilakukan dengan sadar dan aktif, dengan segenap panca indera ikut berperan.

Sumadi Suryabrata (1983:5) menjelaskan pengertian belajar dengan

mengidentifikasikan ciri-ciri yang disebut belajar, yaitu:

“Belajar adalah aktivitas yang dihasilkan perubahan pada diri individu yang belajar ( dalam arti behavioral changes) baik aktual maupun potensial; perubahan itu pada pokoknya adalah diperolehnya kemampuan baru, yang berlaku dalam waktu yang relatif lama; perubahan itu terjadi karena usaha”.

Menurut Begge (1982:1-2), belajar adalah suatu perubahan yang berlangsung dalam kehidupan individu sebagai upaya perubahan dalam pandangan, sikap, pemahaman atau motivasi dan bahkan kombinasi dari semuanya. Belajar selalu menunjukkan perubahan sistematis dalam tingkah laku yang terjadi sebagai konsekwensi pengaalaman dalam situasi khusus.

Bertolak dari pemahaman di atas dapatlah ditegaskan, bahwa belajar senantiasa merupakan perbuatan tingkah laku dan penampilah dengan serangkaian aktivitas misalnya: membaca, mengamati, mendengarkan, meniru dan lain sebagainya. Dengan demikian, belajar juga bisa dilihat secara makro dan mikro, luas dan khusus. Dalam arti makro, luas, belajar dapat diartikan sebagai aktivitas ruhani-jasmani menuju perkembangan pribadi yang utuh.

Seperti yang dijelaskan oleh Bloom (1979), bahwa belajar itu mencakup tiga ruang lingkup, yaitu cognitive domain yang berkaitan dengan pengetahuan hapalan dan pengembangan intelektual, affective domain, yang berkaitan dengan minat, sikap dan nilai serta pengembangan apresiasi dan penyesuaian, psychomotor domain, yang berkaitan dengan prilaku yang menuntut koordinasi syaraf.

II. Teori-teori Belajar

Banyak para pakar membuat teori atau paradigma mengenai belajar ataupun pendidikan, dan mereka saling berbeda di dalam merumuskan teori atau konsep-konsep itu. Diversifikasi pemahaman itu dapat kita pahami jika kita lihat dari perspektif filosofisnya. Dan memang patut diketahui bahwa filsafat merupakan teori umum dan landasan bagi pendidikan itu sendiri, oleh sebab itu hubungan antara keduanya merupakan suatu keharusan (condisio sin quanon).

Sebagaimana aliran essensialisme (yang dibentuk dari idealisme dan realisme), adalah memperhatikan pendidikan dari sisi nilai yang dapat mendatangkan kestabilan. Nilai-nilai tersebut diderivasi dari kebudayaan dan filsafat yang korelatif selama empat abad belakangan ini, dengan perhitungan zaman renaisance, sebagai pangkal timbulnya (Barnadib, 1988: 38).

Menurut idealisme, bila seorang belajar, pada tahap awal adalah berarti ia memahami “aku”–nya sendiri, lantas bergerak keluar untuk memahami dunia objektif, dari mikro kosmos menuju makro-kosmos. Ini seperti juga yang dijelaskan oleh Kant (1942-1804), bahwa segala pengetahuan yang dicapai manusia lewat indera memerlukan unsur apriori yang tidak diketahui oleh pengalaman terlebih dahulu.

Bila seseorang berhadapan dengan benda-benda, tidaklah berarti bahwa mereka mempunyai bentuk, ruang dan ikatan waktu, tetapi ruang dan waktu itu sudah budi manusia sebelum ada pengalaman dan pengamatan. Jadi, apriori yang terarah itu bukanlah budi kepada benda, melainkan benda-benda itulah yang terarah kepada budi. Budi membentuk dan mengatur dalam ruang dan waktu. Dengan mengambil landasan berpikir diatas, belajar dapat didifinisikan sebagai jiwa yang berkembang pada dirinya sendiri sebagai substansi spiritual. Jiwa membina dan menciptakan dirinya sendiri (Pudjawijatno, 1964: 120-121).

Pandangan realisme mengenai belajar tercermin dalam pandangan atau aliran psikologi behaviorisme, asosiasionisme atau koneksionisme. A.L. Thorndike, pendukung koneksionisme misalnya menyatakan, bahwa belajar adalah berbagai kombinasi. Suatu bagian mental adalah menerima atau merasa, sedangkan bagian fisik adalah suatu stimulus atau respon. Secara khusus Thorndike melihat bahwa belajar adalah suatu proses hubungan mental dan fisik dan mental dengan mental atau fisik dengan fisik. Teori Thorndike ini juga dikenal dengan teori S – R bond ( lihat Bigge, 1982:52-53).

Seorang filsuf dan sosiolog, L. Finney menjelaskan, bahwa mental adalah kondisi rohani yang pasif, yang berarti bahwa manusia pada umumnya menerima apa saja yang ditentukan oleh peraturan alam (determinsm). Ini berarti bahwa pendidikan adalah proses reproduksi dari apa yang terdapat dalam kehidupan sosial. Dengan demikian, belajar adalah menerima dengan sesungguhnya nilai-nilai sosial oleh angkatan baru yang timbul untuk ditambah dan dikurangi dan diteruskan oleh angkatan berikutnya. Pandangan realisme ini menceriminkan adanya dua jenis determinisme, yaitu determinisme mutlak dan determinisme terbatas. Yang mutlak menunjukkan bahwa belajar adalah mengenai hal-hal yang tak dapat dihalang-halangi adanya, jadi harus ada. Sedangkan dengan determinisme terbatas adalah memberikan gambaran kurangnya sifat pasif mengenai belajar.

Tuntutan tertinggi dalam belajar menurut perenialisme adalah latihan dan disiplin mental. Maka teori dan praktek pendidikan haruslah mengarah kepada tuntutan tersebut. Sebagai makhluk, manusia memiliki kelebihan ketimbang yang lainnya karena anugerah “rasio”-nya. Rasionalitas ini merupakan sifat umum manusia dan merupakan evidensi diri. Konsep dasar tentang kebebasan manusia juga lahir dari sifat rasional manusia. Dengan demikian manusia dapat menghilangkan belenggu penindasan terhadap dirinya dan mampu menjadi merdeka. Kemerdekaan menjadi tujuan dan dilaksanakan di dalam pendidikan dan belajar itu. Oleh sebab itu, belajar hakekatnya adalah belajar berpikir dan menggunakan rasio tersebut.

Menurut perenialisme, belajar adalah bertujuan agar anak didik mengalami perkembangan kepribadian yang utuh, integral dan seimbang sesuai dengan pandangannya, bahwa manusia adalah bersifat psiko-somatik (Barnadib, 1988: 77).

Menurut perenialisme, belajar itu dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu belajar karena pengajaran dan belajar karena penemuan. Belajar karena pengajaran adalah dengan cara guru/ pendidik memberkan pengetahuan dan pencerahan kepada subyek didik, dengan menunjukkan dan menafsirkan implikasi dari ilmu pengetahuan yang diberikan. Sedangkan belajar karena penemuan adalah subyek didik diharapkan dapat belajar atas kemampuannya sendiri (belajar mandiri ).

Pandangan di atas memang bersifat humanistik, yang memusatkan perhatian pada interes dan nilai-nilai kepada manusia. Teori humanisme klasik beranggapan, bahwa pikiran manusia adalah perantara aktif di dalam hubungan antara manusia dan lingkungannya, dan secara moral pikiran manusia mempunyai sifat dasar netral sejak lahir (Bigge, 1982: 26). Sifat netral tersebut maksudnya, bahwa pada dasarnya manusia itu bersifat tidak jelek dan juga tidak baik, tetapi ia potensial untuk menjadi buruk atau baik (tidak ada hubunganya dengan pembawaan lahirnya) (Bigge, 1982: 16). Pandangan di atas didasari oleh konsep moral manusia, yaitu, bahwa substansi (pikir manusia adalah netral-aktif, yang harus dikembangkan lewat latihan dan disiplin mental. Dalam hal ini sebagai aspek yang mendasar adalah reason yang menjadi manusia mampu mencapai pengertian tentang kebutuhan-kebutuhan dan mampu menyelaraskan antara tindakan, pengertian serta mampu mengkomunikasikan pengertian-pengertian tersebut kepada setiap anggota di dalam kelompoknya. Oleh sebab itu pula, maka pikiran manusia dengan sifat dasarnya yang demikian itu (netral- active) jika dilatih secara tepat, maka pontensi pembawa lahir akan mencuat keluar (Bigge, 1982: 26).

Oleh humanisme klasik, belajar dipandang sebagai proses disiplin diri yang tegas, terdiri dari perkembangan yang harmonis antara semua kekuatan di dalam diri manusia, Hingga tidak satu bagian pun yang berkembang melebihi yang lain. Dengan demikian, fungsi seorang guru adalah untuk membantu para siswa mengenali kembali apa yang telah ada dalam pikir mereka. Metode ini juga sekedar hanya menarik informasi dari para siswa dengan mengarahkan pertanyaan-pertanyaan dengan ketrampilan penuh. Metode ini didasarkan pada prinsip, bahwa ilmu pengetahuan adalah pembawaan, yang tak akan muncul tanpa bantuan tenaga ahli (Bigge, 1982: 28).

Learning through unfoldment atau disebut juga naturalisme-romantic mengatakan, bahwa manusia pada dasarnya adalah baik dan aktif (good-active). Melalui alam anak akan berkembang secara wajar. Biarkan anak berkembang sendiri sesuai dengan kodrat alam. Anak harus dijauhkan dari paksaan. Belajar sendiri sesuai dengan minatnya, ia bebas menentukan perbuatannya dan sekaligus bertanggung jawab atas tindakannya. Teori ini dikembangkan oleh J.J. Rousseu, kemudian disusul oleh pembaharu pendidikan dari Swiss, Pestlozzi dan Froebel seorang filosof dari Jerman (Bigge, 1982: 33-34).

Rousseu berpendapat, bahwa secara heriditi manusia adalah baik dan mempunyai kemampuan yang perlu dikembangkan secara alamiah. Dia beranggapan bahwa lingkungan yang jelek mampu membuat orang menjadi jelek pula, sebab lingkungan sosial bukanlah alamiah. Rousseu memberi saran, agar guru memberikan kebebasan pada siswa untuk mandiri, sehingga memungkinkan mereka berkembang secara wajar dan alamiah, baik perasaan, naluri maupun kesadaran mereka.

Disamping naturalisme-romantic, terdapat pula pandangan appersepsi, yang merupakan asosianisme mental dinamis yang didasarkan pada pemikiran, bahwa tidak ada ide-ide pembawaan lain. Segala sesuatu yang diketahui orang datangnya dari luar dirinya. Asosionisme merupakan teori psikologi umum yang di klasifikasikan menjadi dua bagian : pertama, Asosiasionisme mentalistik awal, yaitu appersepsi yang berfokus pada ide-ide dalam pikiran; kedua, asosiasinosme stimulus-respon fisikalistik yang lebih modern (Bigge, 1982: 36).

Perkembangana appersepsi didasari oleh pemikiran Aristoteles pada abad ke-empat S.S. Kemudian pada abad ke 17 ditentang oleh John Locke dengan mengatakan, bahwa pikiran tidak hanya dipegang oleh seseorang pasti pertama-tama diperoleh dari indera-inderanya. Teori John Locke ini sangat populer dengan teori Tabolarasa. Konsep moral appersionisme adalah, bahwa sifat asli manusia adalah tidak baik dan tidak pula jelek dipandang dari sisi moral dan tidak pula aktif dipandang dari sisi aksi. Dibaliknya sifat asli manusia dipandang sebagai netral dari aspek moral dan pasif dari aspek aksi. Dengan demikian, pikiran merupakan produk dari pengalaman-pengalaman kehidupan (Bigge, 1982: 37).

III. Prinsip-prinsip Belajar Menurut Islam

1. Al Qur’an tentang Posisi Manusia

Kita ketahui bersama, bahwa Al-Qur’an adalah kalam suci Tuhan yang berfungsi sebagai: tanda, petunjuk, rahmat dan shafaat bagi manusia, berdasarkan penegasan Al Qur’an, (QS. Al–Isra’: 29 : Ar-Rum : 72). Syafi’i Ma’arif, seperti dikutip dari Ismail R. Faruqi, menjelaskan, bahwa manusia adalah karya Tuhan yang terbesar dan terindah dengan struktur mental yang sophisticated dan spektakuler (QS. At-Tin : 4). Oleh sebab itu, tidak heran pula kalau ada yang berpendapat, bahwa manusia adalah pencipta kedua setelah Tuhan. Ini bisa kita saksikan, betapa manusia dianugrahi rasio oleh Tuhan itu bisa menciptakan kreasi yang canggih berupa sains dan teknologi itu. Sementara malaikat diperintah sujud kepadanya karena tak mampu melakukan kompetisi intelektual dengan makhluk manusia yang diciptakan dengan tanah liat kering itu (QS. Al-Isra’: 28-30; Shad : 71-73) di dalam memahami dunia ciptaan-Nya secara konseptual (lihat: Syafi’i Ma’arif, 1987: 92).

Kelebihan intelektual inilah yang membuat manusia lebih unggul dari makhluk lainnya. Tetapi ia pun juga bisa menjadi dekaden, bahkan lebih hina dari binatang, jika ia berbuat destruktif, melepaskan imannya (lihat : Qs. At-Tin : 5-6 dan QS. Al-A’raf : 179). Oleh sebab itu, sebagai makhluk lainnya maka ia dituntut agar dengan sadar bersedia memikul tanggung jawab moral bagi tegaknya suatu tatanan sosial politik yang adil dan beradab. Tuntutan itu tercermin dalam beberapa ayat Al-Qura’an surat An-Nahl : 90 ; Ali-Imron : 104, 114 ; Al-Hajj : 41 ; Al-Ahzab : 72.

Tatanan kehidupan yang bermoral ini hanyalah mungkin apabila iman sebagai prasyarat mutlaknya diterima dengan kritis dan sadar. Dalam sistem kepercayaan Islam, iman memberikan fondasi moral yang kokoh, dan di atas fondasi inilah manusia bisa menciptakan hidup secara imbang (Ma’arif. 1997: 93).

Dalam Islam, strategi pengembangan ilmu juga harus didasarkan pada perbaikan dan kelangsungan hidup manusia untuk menjadi khalifah di bumi (khalifah fil-ard) dengan tetap memegang amanah besar dari Allah SWT. Oleh sebab itu ilmu harus selalu berada dalam kontrol iman. Ilmu dan iman menjadi bagian integral dalam diri seseorang, sehingga dengan demikian yang terjadi adalah ilmu amaliah yang berada dalam jiwa yang imaniah. Dengan begitu, teknologi, yang lahir dari ilmu, akan menjadi barang yang bermanfaat bagi umat manusia di sepanjang masa. Dan inilah yang mesti menjadi tanggung jawab umat Islam.

Banyak sekali Al-Qur’an menjelaskan mengenai hubungan ilmu, amal dan iman ini (lihat misalnya QS. Al-Baqarah : 82, 227 ; Ali-Imran : 57 ; An-Nisa’ : 57, 122 dan seterusnya). Dari banyak ayat Al-Qur’an ini kita dapat menarik kesimpulan, bahwa antara ilmu, amal dan iman menjadi sangat penting bagi umat manusia yang hendak menjadi khalifah di bumi ini. Dan amal baru bisa dinilai baik, saleh jika dipancarkan dari iman. Iman memberi dasar moral, amal saleh diwujudkan dalam bentuk konkret. Jadi terdapat hubungan yang organik antara iman dan amal salih.

2. Dasar Belajar dalam Islam

Sebagaimana pandangan hidup yang dipegang-teguhi oleh Umat Islam adalah Al-Qur’an dan Sunnah Rasul , maka sebagai dasar maupun filosofi bagi belajar adalah juga diderivasi dari dua sumber tersebut, yang merupakan dasar dan sumber bagi landasan berpijak yang amat fondamental.

Tentang dua sumber ajaran yang fundamental ini, Allah SWT, telah memberikan jaminan-Nya, yaitu jika benar-benar dipegang teguh, maka dijamin tidak akan pernah sesat dan kesasar, sebagaimana Nabi pernah bersabda :

“Susungguhnya telah aku tinggalkan untukmu dua perkara, jika kamu berpegang teguh dengannya, maka kamu tak akan sesat selamanya, yaitu : Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya.”

Hadis tersebut juga dikukuhkan oleh banyak Al-Qur’an, antara lain surat Al-Ahzab: 71, Allah berfirman :

“Barang siapa yang mentaati Allah dan Rasul-Nya, sungguh ia akan mencapai kebahagiaan yang tinggi”.

Ayat tersebut dengan tegas menandaskan, bahwa apabila manusia menata seluruh aktivitas kehidupannya dengan berpegang teguh kepada prinsip Al- Qur’an dan As-Sunnah, maka jaminan Allah adalah jalan yang lurus dan tidak akan kesasar, tetapi sebaliknya, jika manusia tidak menata seluruh kehidupannya dengan petunjuk Al-Qur’an dan As-Sunnah Rasul-Nya, maka kesempitan akan meliputi dirinya, sebagaimana firman-Nya :

“Barang siapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka baginya kehidupan yang sempit”. (Qs. Thaha : 124).

Al-Qur’an dan Al-Hadis penuh dengan konsep dan tuntutan hidup manusia, begitu juga mengenai petunjuk ilmu pengetahuan. Jika manusia mau menggal kandungan isi Al-Qur’an, maka banyak diketemukan mengenai beberapa persoalan yang berkaitan dengan ilmu (baik ilmu pengetahuan sosial maupun ilmu pengetahuan alam), Misalnya perhatikan surat Ali Imran : 190-191. Disini dipaparkan tentang kreasi penciptaan alam oleh Allah SWT. Yang harus direnungkan, demikian pula tentang kisah dan sejarah umat-umat di masa lampau.

Sebagaimana dikatakan oleh Munawar Anis (1991), bahwa kata ilmu disebutkan dalam Al-Qur’an mencapai 800 kali, yang berarti hanya berada di bawah konsep tauhid tingkatan urgensinya. Belum lagi yang disebutkan dalam Al- Qur’an atau Sunnah Rasul.

2. Tujuan Belajar dalam Islam

Untuk membahas mengenai aspek-aspek moral dalam belajar, maka kita harus memulai dari pertanyaan: Apa tujuan belajar itu? Untuk apa belajar itu? karena pertanyaan tersebut adalah pertanyaan filosofis yang menyangkut segi nilai atau aksiologis.

Dalam Islam, bahwa belajar itu memiliki dimensi tauhid, yaitu dimensi dialektika horizontal dan ketundukan vertikal. Dalam dimensi dialektika horizontal, belajar dalam Islam tak berbeda dengan belajar pada umumnya, yang tak terpisahkan dengan pengembangan sains dan teknologi (menggali, memahami dan mengembangkan ayat-ayat Allah). Pengembangan dan pendekatan-Nya secara lebih dalam dan dekat, sebagai rab al-alamin. Dalam kaitan inilah, lalu pendidikan hati (qalb) sangat dituntut agar membawa manfaat yang besar bagi umat manusia dan juga lingkungannya, bukan kerusakan dan kezaliman, dan ini merupakan perwujudan dari ketundukan vertikal tadi.

Jadi, belajar di dalam perspektif Islam juga mencakup lingkup kognitif (domain cognitive), lingkup efektif (domain affective) dan lingkup psikomotor (domain motor-skill). Tiga ranah atau lingkup tersebut sering diungkapkan dengan istilah : Ilmu amaliah, amal ilmiah dalam jiwa imaniah. Dengan demikian, untuk apa belajar Belajar adalah untuk memperoleh ilmu. Untuk apa ilmu? Untuk dikembangkan dan diamalkan. Untuk apa? Demi kesejahteraan umat manusia dan lingkungan yang aman sejahtera. Berdasarkan apa? Pertanggungjawaban moral.

3. Mengembangkan Ilmu

Kenyataan memang tidak dapat dipungkiri, bahwa ilmu selalu berkembang hingga sekarang. Dari tahapan pemikiran yang paling mitis hingga yang serupa rasional. Atau kalau meminjam terminologi Peursen, dari yang Mitis, ontologis, hingga fimgsional, sedang menurut Comte, dari yang mitis, metafisik hingga positif.

Perkembangan industri di abad ke-18 yang telah menimbulkan berbagai implikasi sosial dan politik telah melahirkan cabang Ilmu yang disebut sosiologi. Penggunaan senjata nuklir sebagaimana pada abad 20, telah melahirkan ilmu baru yang disebut dengan polemogi, dan seterusnya entah apa lagi nanti namanya. Sofestikasi dari sains dan teknologi di era modern ini sesungguhnya juga merupakan elaborasi dari ilmu itu sendiri. Itulah sebabnya menurut Koento Wibisono, (1988: 8) begitu sulitnya mendifikasikan ilmu sekarang ini. Para penganut metodologi akan menyatakan, bahwa ilmu adalah sistem peryataan-peryataan yang dapat diuji kebenaran dan kesalahannya, sementara penganut heuristik akan menyatakan, bahwa ilmu adalah perkembangan lebih lanjut bakat manusia untuk menentukan orientasi terhadap lingkungannya dan menentukan sikap terhadapnya.

Dalam pada itu, ilmu juga sering dipahami dari dimensi fenomenal dan strukturalnya. Dari dimensi fenomenalnya ia merupakan masyarakat atau proses dan juga produk. Ilmu sebagai masyarakat menggambarkan adanya suatu kelompok elit yang di dalam kehidupannya sangat mematuhi kaidah-kaidah: universalisme, komunilisme, desintestedness dan skepsisme yang teratur. Ilmu sebagai proses, menggambarkan aktivitas masyarakat ilmiah sebagai produk adalah merupakan hasil yang dicapai oleh kegiatan tadi yang berupa : dalil, teori, ajaran, karya-karya ilmiah beserta penerapanya yang berupa teknologi ( Koento Wibisono, 1988: 9) Dari dimensi strukturalnya, apa yang disebut sebagai ilmu adalah sesuatu yang menunjukkan adanya komponen-komponen: objek sasaran yang ingin diketahui yang terus menerus diteliti dan dipertanyakan tanpa mengenal henti.

Kini kita harus berfikir terus dan berupaya untuk mengembangkan dan menyebarkan ilmu, lebih-lebih ilmu sebagai proses. Bagaimana formulasi-formulasi yang telah ditunjukan oleh para para pendahulu kita itu diaktualisasikan untuk kemudian dikembangkan lebih lanjut.

Dalam konteks Islam, ketertinggalan kita di bidang sains dan teknologi adalah persoalan yang sudah terbuka mata. Padahal, seperti yang dikatakan oleh Ahmad Anees (19-91), bahwa salah satu gagasan yang paling canggih, komperehensif dan mendalam yang dapat ditemukan dalam Al- Qur’an adalah konsep’ilm, yang tingkat urgensinya hanya di bawah konsep tauhid. Pentingnya konsep ilmu tersebut terungkap didalam kenyataan, bahwa Al-Qur’an menyebut kata akar dan kata keturunannya sekitar 800 kali. Konsep ilmu ini juga membedakan pandangan-dunia (world-view) Islam dari pandang ideologi lainnya: tidak ada pandangan dunia lain yang membuat pencarian ilmu sebagai kewajiban individual dan sosial serta memberikan arti moral dan religius serta ibadah. Karena itu ilmu berfungsi sebagai tonggak kebudayaan dan peradaban muslim yang ampuh. Tidak ada peradaban lain dalam sejarah yang memiliki konsep “pengetahuan” dengan etos (ruh) yang paling tinggi sebagaimana Islam. Ilmu memang mengandung unsur dari apa yang selama ini kita pahami sekarang sebagai pengetahuan, tetapi ia juga mengandung komponen-komponen dari apa yang secara tradisional dideskripsikan sebagai hikmah. Disamping itu, ilmu dalam Islam juga memiliki aspek ibadah, yaitu bahwa menuntut ilmu merupakan bentuk ibadah. Dari sisi lain, ia juga memiliki tujuan untuk menjadi kholifah fil-ard, manusia yang diserahi amanah Tuhan untuk mengelola dan memelihara alam, oleh sebab itu ia pun memiliki tanggung jawab di hadapan Allah SWT.

Konsep Al-Qur’an tentang akhirat membatasi ilmu agar selalu menjamin relevansi, kegayutan moral sosialnya. Dimensi-dimensi ilmu tersebut dari sekian banyak dimensi lainnya melukiskan sifat kecanggihan dan komplesitas dari Islam tentang ilmu itu sendiri (lihat, Anwar Anees, 1991:93).

Dengan demikian, strategi pengembangan ilmu harus mengintensifkan dan mengekstensifkan belajar atau pendidikan itu sendiri, dengan berbagai sarana dan presaranannya. Sebab dalam Islam, pendidikan dan belajar merupakan kewajiban bagi setiap muslim (baik laki-laki maupun perempuan, tua maupun muda dan dilakukan sepanjang masa). Sebagai sabda Nabi : “Mencari ilmu itu waji bagi setiap muslim”.

Sebagaimana disinggung di depan, bahwa belajar dalam Islam adalah untuk memperoleh ilmu, mengembangkan dan mengamalkan demi kepentingan kesejahteraan umat manusia. Atau kalau dirumuskan secara simpel, tujuan belajar adalah : Untuk mengabdikan kepada Allah SWT. Sebagaimana firman-Nya :

“Dan tidak aku jadikan manusia kecuali hanya untuk menyembah kepada-Ku”. (QS. Az-Zariyat : 56).

Oleh sebab itu segala aktivitas yang berkaitan dengan ilmu dan pengembangannya harus dipertanggung-jawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa.

4. Aspek Moral dalam Belajar

Karena pendidikan dan belajar dalam Islam bertujuan untuk mengembangkan ilmu dan mengabdi kepada Allah SWT, maka sistem moralnya juga harus diderivasi dari norma-norma Islam tersebut, atau wahyu.

Seperti yang dijelaskan oleh Sayid Abul A’la Al-Maududi (lihat, M. Arifin, 1991:142), bahwa sistem moral Islam ini memiliki ciri-ciri yang komprehensif, yang berbeda dengan sistem moral lainnya. Ciri-ciri tersebut adalah sebagai berikut :

Keridaan Allah merupakan tujuan hidup Muslim. Dan keridaan Allah itu menjadi jalan bagi evolusi moral kemanusiaan. Sikap mencari rida Allah memberikan sanksi moral untuk mencintai dan takut kepada-Nya, yang pada gilirannya mendorong manusia untuk mentaati hukum moral tanpa paksaan dari luar, Dengan dilandasi dengan iman kepada Allah dan hari kiamat, manusia terdorong untuk mengikuti bimbingan moral secara sungguh-sungguh dan jujur, seraya berserah diri secara iklas kepada Allah SWT ;
Semua lingkup kehidupan manusia senantiasa ditegakkan diatas moral Islami sehingga moral Islam tersebut berkuasa penuh atas semua urusan kehidupan manusia, sedang hawa nafsu dan kepentingan pribadi tidak diberi kesempatan menguasai kehidupan manusia. Moral Islam mementingkan keseimbangan dalam semua aspek kehidupan manusia: indivudual maupun sosial.
Islam menuntut manusia agar melaksanakan sistem kehidupan yang berdasarkan norma-norma kebajikan dan jauh dari kejahatan. Islam memerintahkan perbuatan yang ma’ruf dan menjauhi perbuatan munkar, bahkan memberantas kejahatan dalam segala bentuknya. Beberapa hal di atas di dasarkan atas dalil Al-Qur’an antara lain surat Ali- Imran : 110 :

Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar dan beriman kepada Allah….” dan juga QS. Al-Hajj : 41).

Dengan demikian, sistem moral dalam Islam berpusat kepada sikap mencari rida Allah, mengendalikan nafsu negatif dan kemampuan berbuat kebajikan serta menjauhi perbuatan keji dan jahat dan pribadi yang berkhlaq mulia.

Dalam pandangan Islam, kecenderungan teosentris adalah merupakan sesuatu yang harus ada, yaitu bahwa Allah adalah Zat Yang Wujud, Yang Maha Mengetahui dan segala sumber dari ilmu pengetahuan. Ini sangat berbeda dengan konsep barat yang sekuler. Karena sumber pengetahuan dalam Islam adalah kesadaran Yang Kudus pula (Seyyed Hossein Nasr, 1970: 22 dan lihat pula C.A Qadir, 1989: 5).

Seperti yang dijelaskan di depan, bahwa menurut teori kependidikan yang berdasarkan pandangan psikologi mekanistik, sejak John Lock pada abad 17 sampai aliran Bahaviorisme dari J.B. Waston abad 20 terdapat pandangan, bahwa manusia dalam batas-batas kemampuan fisiknya dapat dibentuk melalui cara-cara yang terbatas. John lock berpendapat, bahwa jiwa itu bagaikan meja lilin (tabularasa) yang bersih dari goresan. Pengalamanlah yang membentuk kepribadiannnya. Behavviorsme juga berbuat sama, dengan konsep S – R bond-nya.

Dalam sistem nilai dari paham naturalisme juga diorientasikan pada alam (naturo-centris): jasmaniah, panca indera, kekuatan, kenyataan, survival, organisme dst. Oleh sebab itu naturalisme menolak hal-hal yang bersifat moral dan spiritual, sebab paham ini, bahwa kenyataan/ realistas yang hakiki adalah alam semesta yang bersifat fisik dan inderawi. Naturalisme dekat dengan materalisme yang menafikan nilai-nilai manusia.

Kebalikan dari paham di atas adalah idealisme, yang memandang realitas yang hakiki ada pada ide yang terdapat dalam jiwa atau spirit manusia. Idialisme berorientasi pada ide-ide ketuhanan dan nilai-nilai sosial.

Tetapi perlu diketahui, bahwa meskipun idealisme berorientasi kepada ideal-spiritual, ia bukanlah agama, idealisme hanyalah merupakan salah satu basis dari agama. Menurut Horne, idealisme sebagai filsafat adalah sistem berpikir manusia (man-thinking), sementara agama adalah sistem peribadatan manusia (man– worshipping). Filsafat dan agama mempunyai hubungan erat, tetapi tidak identik (lihat M. Arifin, 1991:149).

Nilai-nilai pendidikan menurut kaum idealisme adalah pencetusan dari sususan atau sistem yang kekal abadi yang memiliki nilai dalam dirinya sendiri. Kewajiban manusia dan pendidikan adalah berusaha mengaktualisasikan nilai tersebut. Filsafat pendidikan Islam dalam beberapa aspek pendekatan memang memiliki prinsip-prinsip yang simbiotik dengan idealisme, terutama idealisme spiritualistik. Idealisme juga mengakui adanya zat yang Maha Tinggi yang menciptakan realitas alam serta menggerakkan hukum-hukumnya termasuk sanksi-sanksinya. Tetapi ada titik perbedaan yang cukup tajam yang terletak pada sanksi moral sebagai konsekwensi. Bagi kaum idealisme, sanksi moral terletak pada siksa Tuhan dan balasan perbuatan yang bermoral baik adalah pahala dari-Nya kelak di hari kiamat. Kualifikasi moral dalam Islam adalah sumber dari Tuhan dan bagi setiap orang sanksi hukuman tergantung kepada sejauh mana porsi perbuatan yang dilanggarnya (M. Arifin, 1991: 150-151) dan bukankah Nabi diutus untuk menyempurnaka akhlak-karimah?

Jadi, dalam kosepsi Islam, belajar itu diajarkan mengenai masalah pahala, dosa; sorga dan neraka. Oleh sebab itu setiap perbuatan haruslah dapat dipertanggung jawabkan di sisi Tuhan, sebagaimana firman-Nya :

“…. Ia mendapat pahala ( dari kebajikan) yang diusahakannya dan mendapat siksa (dari kejahatan) yang diperbuatnya pula ……..” (QS. Al- Baqarah : 286).

Daya pancar dari sistem nilai yang menerangi moralitas manusia menurut pandangan Islam adalah bersumber dari Allah yang digambarkan dalam surat Al-Maidah : 115-116:

“….Sesungguhnya telah datang kepadamu dari Allah kitab yang menerangi”. Dengan kitab itulah Allah menjuluki orang-orang yang mengikuti keridaan-Nya kejalan keselamatan, dan, (dengan kitab-kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dengan seizin-Nya dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus”.

“Dan barang siapa beriman kepada Allah, Allah akan menunjuki hatinya”. (QS. At-Taghabun : 11)

Beberapa keterangan di atas semakin menunjukkan kejelasan kepada kita, bahwa konsep kependidikan dan kejelasan kepada kita, bahwa konsep kependidikan dan belajar dalam Islam sangat berbeda dengan konsep pendidikan dan belajar menurut teori-teori Barat yang sekuler lebih bersifat profan dan antroposentrik. Sementara konsep Islam sangat integral, disamping profan juga transendental dan teosentrik yang menempatkan posisi manusia pada porsi yang balance, Rabbana atina fiddunya hasanah wa fil akhirati hasanah waqina azabannar,

Pengaruh Lingkungan Terhadap Pendidikan Anak

Pengaruh Lingkungan Terhadap Pendidikan Anak

kl
PENGARUH KESALIHAN ORANG TUA
Keshalihan kedua orang tua memberi pengaruh kepada anak-anaknya. Bukti pengaruh ini bisa dilihat dari kisah Nabi Khidhir yang menegakkan tembok dengan suka rela tanpa meminta upah, sehingga Musa menanyakan alasan mengapa ia tidak mau mengambil upah. Allah berfirman, yang artinya: Adapun dinding rumah itu adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah seorang yang shalih, maka Rabbmu menghendaki agar supaya mereka sampai kepada kedewasaan dan mengeluarkan simpanannya itu sebagai rahmat dari Rabbmu dan bukanlah aku melakukannya itu menurut kemauanku sendiri. Demikian itu adalah tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya. [al-Kahfi/18:82].
Dalam menafsirkan firman Allah Azza wa Jalla “dan kedua orang tuanya adalah orang shalih,” Ibnu Katsir berkata: “Ayat di atas menjadi dalil bahwa keshalihan seseorang berpengaruh kepada anak cucunya di dunia dan akhirat berkat ketaatan dan syafaatnya kepada mereka, maka mereka terangkat derajatnya di surga agar kedua orang tuanya senang dan berbahagia sebagaimana yang telah dijelaskan dalam Al-Qur`ân dan as-Sunnah”. [1]
Allah telah memerintahkan kepada kedua orang tua yang khawatir terhadap masa depan anak-anaknya agar selalu bertakwa, beramal shalih, beramar ma’ruf nahi mungkar dan berbagai macam amal ketaatan lainnya, sehingga dengan amalan-amalan itu Allah akan menjaga anak cucunya. Allah Azza wa jalla berfirman, yang artinya: “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu, hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar”.[an-Nisâ`/4:9].
Dari Said bin Jubair dari Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu ‘anhu, berkata: “Allah Azza wa jalla mengangkat derajat anak cucu seorang mukmin setara dengannya, meskipun amal perbuatan anak cucunya di bawahnya, agar kedua orang tuanya tenang dan bahagia. Kemudian beliau membaca firman Allah, yang artinya : “‘Dan orang-orang yang beriman dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan. Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya’.” [ath-Thûr/52:21].[2]
Ibnu Syahin meriwayatkan, bahwasanya Haritsah bin Nu`man Radhiyallahu ‘anhu datang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam namun ia sedang berbicara dengan seseorang hingga ia duduk tidak mengucapkan salam, maka Jibril Alaihissallam berkata: “Ketahuilah bila orang ini mengucapkan salam, maka aku akan menjawabnya?” Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada Jibril: “Kamu kenal dengan orang ini?” Jibril Alaihissallam menjawab: “Ya, ia termasuk delapan puluh orang yang sabar pada waktu perang Hunain yang telah dijamin rizki oleh Allah bersama anak-anak mereka nanti di surga”.[3]
Syaikh Siddiq Hasan Khan rahimahullah berkata: “Sesungguhnya Allah mengangkat derajat anak cucu seorang mukmin, meskipun amalan mereka di bawahnya, agar orang tuanya tenang dan bahagia, dengan syarat mereka dalam keadaan beriman dan telah berumur baligh bukan masih kecil. Meskipun anak-anak yang belum baligh tetap dipertemukan dengan orang tua mereka”.[4]
Cara yang paling tepat untuk meluruskan anak-anak harus dimulai dengan melakukan perubahan sikap dan perilaku dari kedua orang tua. Begitu pula dengan merubah sikap dan perilaku kita kepada kedua orang tua kita, yaitu dengan berbuat baik dan taat kepadanya, serta menjauhi sikap durhaka kepadanya”.
Kita harus menanamkan komitmen dan berpegang teguh terhadap syariat Allah pada diri kita dan anak-anak. Barang siapa yang belum sayang kepada diri sendiri dengan berbuat baik kepada kedua orang tua, maka hendaklah segera bersikap sayang kepada anak-anaknya, yaitu dengan berbuat baik kepada orang tuanya agar nantinya anak cucunya berbuat baik kepadanya, sehingga mereka selamat dari dosa durhaka kepada kedua orang tua dan murka Allah. Karena anak-anak saat ini adalah orang tua di masa yang akan datang dan suatu ketika ia akan merasakan hal yang sama ketika menginjak masa tua.
MENCERMATI PENGARUH LINGKUNGAN

Lingkungan mempunyai pengaruh sangat besar dalam membentuk dan menentukan perubahan sikap dan perilaku seseorang, terutama pada generasi muda dan anak-anak. Bukankah kisah pembunuh 99 nyawa manusia yang akhirnya lengkap membunuh 100 nyawa itu berawal dari pengaruh buruknya lingkungan? Sehingga, nasihat salah seorang ulama supaya pembunuh tersebut mampu bertaubat dengan tulus dan terlepas dari jeratan kelamnya dosa, ialah agar ia meninggalkan lingkungan tempatnya bermukim dan pindah ke suatu tempat yang dihuni orang-orang baik yang selalu beribadah kepada Allah.[5]
Anak merupakan anugerah, karunia dan nikmat Allah yang terbesar yang harus dipelihara, sehingga tidak terkontaminasi dengan lingkungan. Oleh karena itu, sebagai orang tua, maka wajib untuk membimbing dan mendidik sesuai dengan petunjuk Allah dan Rasul-Nya, dan menjauhkan anak-anak dari pengaruh buruk lingkungan dan pergaulan. Wajib mencarikan lingkungan yang bagus dan teman-teman yang istiqamah.
Keluarga adalah lingkungan pertama dan mempunyai peranan penting dan pengaruh yang besar dalam pendidikan anak. Karena keluarga merupakan tempat pertama kali bagi tumbuh kembangnya anak, baik jasmani maupun rohani. Keluarga sangat berpengaruh dalam membentuk aqidah, mental, spiritual dan kepribadian, serta pola pikir anak. Yang kita tanamkan pada masa-masa tersebut akan terus membekas pada jiwa anak dan tidak mudah hilang atau berubah sesudahnya.
Adapun bagi seorang pendidik, ia harus menjauhkan anak didiknya dari hal-hal yang membawa kepada kebinasaan dan ketergelinciran, serta mengangkat derajat mereka dari derajat binatang menjadi derajat manusia yang mempunyai semangat untuk mengemban amanat dan tugas agama.
Sebagai pendidik, seseorang harus menjadikan kepribadian Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai suri tauladan dalam seluruh aspek kehidupan dan dalam setiap proses pendidikan. Mengajak mereka untuk mengikuti jejak salafush-shalih serta memberi motivasi anak didik untuk selalu bersanding dengan ulama dan orang-orang shalih. Seorang pendidik juga harus memahami dampak buruk yang disebabkan oleh keteledoran dalam mendidik anak. Dan ia harus mewaspadai faktor-faktor yang bisa mempengaruhi proses pendidikan anak, yaitu lingkungan rumah, sekolah, media cetak dan elektronik, teman bergaul, sahabat serta pembantu.

Pendidikan Sebaiknya Sejak Usia Dini

Pendidikan anak usia dini sangat diperlukan untuk membentuk karakter seorang anak. Tak heran, bayi-bayi sudah mulai “disekolahkan”, bahkan sejak usia enam bulan.

Sonny baru berumur dua tahun. Namun, dia sudah bisa melakukan banyak hal secara mandiri. Dia sudah bisa makan sendiri, punya kesadaran merapikan barang-barangnya setelah selesai bermain, bahkan mengikat tali sepatunya sendiri. Tentu saja, “kehebatan” ini tidak diperolehnya sejak lahir.
Sonny memang sudah sekolah sejak usia dua tahun tersebut. Tentu saja, sekolah yang dimaksud bukan sekolah untuk belajar membaca atau berhitung seperti di sekolah dasar (SD),melainkan belajar untuk melatih perkembangan karakter anak lewat permainan.

Jika melihat ke masa tahun 1990-an dan sebelumnya, hanya anak-anak berusia empat sampai enam tahun yang bisa sekolah. Padahal, saat anak-anak berusia satu hingga lima tahun, masa itulah yang disebut sebagai masa golden age atau masa tumbuh kembang anak. Pada masa golden age, anak-anak mudah sekali menyerap sesuatu dari lingkungannya. Mereka akan melakukan tindakan imitasi atau meniru dari apa yang dilihat dan didengar.

Golden age pun merupakan masa yang tepat untuk secara sederhana membentuk karakter anakanak. Karena itulah, PAUD dinilai penting untuk anak. Karena itu pula, tidak sedikit kalangan praktisi pendidikan yang menilai PAUD merupakan bekal untuk menumbuhkan rasa kepercayaan diri anak.Di samping itu, pendidikan tersebut berfungsi melatih perkembangan motorik anak.
Dari Infant sampai Kindergarten

Pendidikan prasekolah umumnya menawarkan pendidikan untuk anak-anak mulai usia satu hingga enam tahun. Mereka akan dimasukkan dalam suatu kelas, sesuai dengan usia. Anak-anak usia 18-30 bulan menduduki level toddler, usia 2-3 tahun masuk ke tingkat nursery, usia 4-5 masuk ke tingkat kindergarten 1 dan kindergarten 2 untuk anak usia 5-6 tahun. Bahkan, bayi berusia 6-17 bulan pun bisa ikut “sekolah” dengan cara bermain bersama teman-temannya dalam kelas infant.
. Tentunya, pembelajaran yang diberikan kepada anak-anak tersebut memiliki porsi berbeda dan sesuai dengan tingkat pendidikannya. Kelas Infant misalnya, hanya memiliki waktu belajar yang sedikit dan pertemuan pun tidak dilakukan setiap hari.

Seperti kelas infant yang diadakan oleh pendidikan prasekolah I Smile. Kelas ini hanya buka setiap seminggu dua kali pertemuan dengan dua setengah jam perhari.
Karena masih sangat kecil, pihak sekolah menganjurkan agar setiap anak didampingi orangtua atau pengasuh agar kegiatan belajar dapat berjalan secara optimal. Lantas, apa saja yang bayi-bayi ini pelajari? Pihak sekolah cukup pintar meramu kegiatan belajar yang sekilas hanya bermain, namun sarat edukasi. Sebelum kelas dimulai, ada beberapa hal yang harus dilewati para bayi ini.
Mereka harus mencuci tangan lebih dulu di wastafel yang tersedia di kelas. Kemudian, guru akan mengecek temperatur mereka. Tujuannya untuk memastikan mereka dalam kondisi yang sehat. Setelah itu, barulah kegiatan belajar mengajar dimulai. Biasanya para guru akan mengawali dengan memberikan mereka mainan yang bisa dibunyikan.
. Tujuannya untuk merangsang indra pendengarannya. Pembelajaran pun tak luput menyentuh aspek motorik melalui kegiatan “olahraga”. Bayi-bayi tersebut diminta merangkak atau berjalan dengan dibimbing orangtua atau pengasuhnya melewati sebuah bilah kayu dengan ketinggian 5 cm. Mereka pun diperkenalkan dengan alat-alat musik, mengenal alam, dan bahasa sederhana.

Agar mereka tidak bosan,guru mengajak menyanyi disertai dengan gerakan. Mereka pun diminta berdiri dan ikut bergerak. Hal ini bertujuan memberi rangsangan pada otak. Bernyanyi pun mengajarkan mereka untuk mengenal bahasa.
Sementara, untuk siswa tingkat toddler, materi yang disuguhkan pada prinsipnya mempunyai tujuan yang tidak jauh berbeda dengan kelasinfant, yakni menstimulasi kemampuan bahasa, motorik,dan mengajarkan mereka untuk hidup bersosialisasi.
.
Kegiatannya pun diarahkan pada kesenian, bahasa, matematika sederhana, ataupun mengenal alam. Adapun sosialisasi misalnya mengajarkan mereka untuk berbagi dengan teman atau belajar mengantre jika ingin mencuci tangan atau bermain ayunan.

Di preschool Planet Kidz, Menteng, kelas toddler diadakan seminggu dua kali dengan waktu belajar selama dua jam. Kelas play group untuk siswa usia tiga tahun diadakan lima kali dalam seminggu.

Menurut Kepala Sekolah Planet Kidz Ama Noersatryo, program pendidikan usia tiga tahun ini disusun berdasarkan tema bulanan selama satu tahun ajaran. Untuk menyiapkan anak-anak dalam kondisi siap belajar, sekolah ini mempunyai cara yang menarik, yakni membebaskan anak bermain bermain di luar selama setengah jam.
“Lalu, anak-anak masuk kelas dan berdoa, dilanjutkan dengan bernyanyi dan makan bersama,” ujar Ama.
Setelah itu, mereka melakukan kegiatan kelompok dan kegiatan membuat prakarya. Setengah jam sebelum pulang, mereka kembali diperbolehkan bermain bebas di dalam kelas. Lain lagi dengan Modern Mentessori International (IMM).
Sesuai namanya, prasekolah ini menggunakan kurikulum Montessori pada pengajarannya. Menurut pemiliknya, Rozana M Daecyanti, kurikulum Montessori memberikan kebebasan kepada anak untuk mengeksplorasi lingkungan agar menjadi pelajar yang aktif. Karena itu, ada pelajaran untuk mengembangkan emosi, merangsang lima indra, dan pengenalan pada angka-angka.

Pentingnya Pendidikan Bagi semua Orang

Pentingnya Pendidikan bagi Semua Orang
mn Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan kita,ini berarti bahwa setiap manusia berhak mendapat dan berharap untuk selalu berkembang dalam pendidikan. Pendidikan secara umum mempunyai arti suatu proses kehidupan dalam mengembangkan diri tiap individu untuk dapat hidup dan melangsungkan kehidupan. Sehingga menjadi seorang yang terdidik itu sangat penting. Pendidikan pertama kali yang kita dapatkan di lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat.
Seorang anak yang disayangi akan menyayangi keluarganya ,sehingga anak akan merasakan bahwa anak dibutuhkan dalam keluarga. Sebab merasa keluarga sebagai sumber kekuatan yang membangunya.Dengan demikian akan timbul suatu situasi yang saling membantu,saling menghargai,yang sangat mendukung perkembangan anak.Di dalam keluarga yang memberi kesempatan maksimum pertumbuhan,dan perkembangan adalah orang tua.Dalam lingkungan keluarga harga diri berkembang karena dihargai,diterima,dicintai,dan dihormati sebagai manusia .Itulah pentingnya mengapa kita menjadi orang yang terdidik dilingkungan keluarga.Orang tua mengajarkan kepada kita mulai sejak kecil untuk menghargai orang lain.
Sedangkan di lingkungan sekolah yang menjadi pendidikan yang kedua dan apabila orang tua mempunyai cukup uang maka dapat melanjutkannya ke jenjang yang lebih tinggi dan akan melanjutkan ke Perguruan Tinggi kemudian menjadi seorang yang terdidik . Alangkah pentingnya pendidikan itu. Guru sebagai media pendidik memberikan ilmunya sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Peranan guru sebagai pendidik merupakan peran memberi bantuan dan dorongan ,serta tugas-tugas yang berkaitan dengan mendisiplinkan anak agar anak dapat mempunyai rasa tanggung jawab dengan apa yang dia lakukan. Guru juga harus berupaya agar pelajaran yang diberikan selalu cukup untuk menarik minat anak .
Selain itu peranan lingkungan masyarakat juga penting bagi anak didik . Hal ini berarti memberikan gambaran tentang bagaimana kita hidup bermasyarakat.Dengan demikian bila kita berinteraksi dengan masyarakat maka mereka akan menilai kita,bahwa tahu mana orang yang terdidik,dan tidak terdidik. Di zaman Era Globalisasi diharapkan generasi muda bisa mengembangkan ilmu yang didapat sehingga tidak ketinggalan dalam perkembangan zaman. Itulah pentingnya menjadi seorang yang terdidik baik di lingkungan Keluarga,Sekolah,dan Masyarakat.

Resep Sambal Goreng Udang Petai

Sambal goreng udang dan petai merupakan sajian lezat untuk menu sehari-hari ataupun di hari spesial Anda. Hidangkan resep berikut ini untuk keluarga tersayang Anda.

sk

Bahan:
• 400 gram udang
• 100 gram petai
• 4 sendok makan Minyak goreng
• 1 sendok makan gula
• 2 buah tomat, buang biji dan dipotong
• 2 cangkir airs
• 2 sendok makan santan kental
• 2 sendok makan kecap manis
• ½ sendok teh garam
• 10 cabai rawit
Bumbu halus:
• 75 gram cabai merah
• 10 bawang merah
• 3 siung bawang putih
• 2 kemiri
Cara membuat:
1. Bersihkan udang dan buang kulitnya, biarkan bagian ekornya utuh.
2. Belah Petai, bersihkan.
3. Panaskan minyak goreng pada panas tinggi dalam wajan, goreng petai sampai mereka berubah warna menjadi hijau cerah, sekitar 1 menit. Angkat dari wajan dan sisihkan.
4. Tumis bumbu halus dan gula sampai harum, sekitar 2-3 menit.
5. Tambahkan tomat dan masak selama 1 menit.
6. Tuang santan dan didihkan. Biarkan mendidih selama 3 menit.
7. Tambahkan kecap manis dan garam. Didihkan selama 10-15 menit sampai tomat telah sepenuhnya hancur.
8. Masukkan petai bersama cabai rawit, masak selama 3 menit.
9. Tambahkan udang dan masak hingga matang.
10. Matikan api dan sajikan segera dengan nasi putih

Keutamaan Wanita Berhijab

Keutamaan Wanita Berhijab

INGINKAH KAU DIMULIAKAN?
Fatimah r.ha berkata kepada Rasulullah SAW : “Wahai Rasulullah,jika seseorang itu dapat menjaga auratnya adalah manis dari pada madu,tetapi untuk mengamalkannya adalah lebih halus daripada sehelai rambut karena untuk menjaga sehelai rambut sangat sulit.”
Allah SWT telah mewajibkan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya berdasarkan firman Allah SWT :
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُبِينًا
” Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu’min dan tidak pula bagi perempuan yang mu’minah,apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan,akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka.Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sesungguhnya dia telah sesat,dengan kesesatan yang nyata.” (Q.S.Al-Ahzab:36)
Keutamaan berhijab bagi seorang perempuan sudah Allah SWT dan Rasulullah SAW sebutkan,apa hikmah dibalik memakai kain yang menutupi keindahan tubuh seorang wanita? Yang sebagian berfikir kain tersebut akan membuat panas,gerah,repot dan ribet rasanya,tetapi kenapa perempuan-perempuan yang memakai jilbab tidak segera melepasnya jika memang begitu buruknya atau tidak ada hikmah dari memakai jilbab?
Saat pertama kali perintah berhijab turun dari Allah SWT yang artinya:
“dan katakanlah kepada perempuan yang beriman,…dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya,dan janganlah menampakkan auratnya…” (An-Nur 31),
Para muslimah mengambil apa saja yang ada disekitar mereka,selendang,tirai,bahkan karung,untuk menutup auratnya.Karena yang memerintahkan bukan sekedar penasihat,bukan pula teman atau orang tua kita,tapi Allah SWT, Sang Maha Pencipta, Yang menciptakan kita,mulai dari ujung rambut hingga ujung kaki.
Dari ayat tersebut dapat diambil hikmah salah satu keutamaan berhijab,yaitu iman.Karena diawal ayat Allah SWT mengatakan ayat tersebut diperuntukkan bagi perempuan beriman,maka salah satu keutamaan berhijab adalah ia merupakan bukti dari iman kita kepada Allah SWT.Memakai jilbab/hijab adalah perintah Allah SWT,dan menaati perintah Allah SWT adalah wujud iman dan wujud taqwamu.karena pengertian dari taqwa itu sendiri adalah menaati perintah Allah dan menjauhkan larangan-Nya.
Allah SWT Berfirman
“Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal,dan agar mereka tidak diganggu”.(Q.S. Al-Ahzab :59)
Dengan memakai jilbab,wanita tersebut akan dikenali sebagai muslimah,wanita yang beragama islam,yang mengenal nilai-nilai islam,yang juga mentaati perintah Tuhan-Nya untuk berjilbab.Selain itu dengan berhijab seorang perempuan secara tidak langsung menghormati dirinya,menahan diri dari perbuatan yang tidak pantas dilakukan seorang muslimah,dan menjaga diri dari gangguan pandangan mata orang lain yang mengagumi sosoknya.karena itu mereka pun tidak diganggu.Saat seorang wanita tidak diganggu,kesuciannya pun terjaga dibalik hijabnya,seperti yang Allah perintahkan dan isyaratkan dalam ayat-Nya :
وَإِذَا سَأَلْتُمُوهُنَّ مَتَاعًا فَاسْأَلُوهُنَّ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ ذَلِكُمْ أَطْهَرُ لِقُلُوبِكُمْ وَقُلُوبِهِنَّ
“Apabila kamu meminta suatu (keperluan) kepada mereka (istri-istri Nabi),maka mintalah dari belakang tabir (hijab).Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka.” (Q.S. Al-Ahzab:53)
Pernah atau sering kita lihat wanita yang masih berpakaian minim,tanpa sadar,saat mereka melakukan gerakan-gerakan yang dapat menyingkap auratnya,maka secara otomatis tangan atau kesadarannya mencegahnya untuk terlihat,kenapa? karena tanpa sadar mereka malu,karena hati kecilnya mengingkari meyingkapnya aurat,karena memang fitrah dan kodrat wanita adalah menutup auratnya.Maka hijab tidak lain adalah wujud malu seorang wanita muslimah,dan hal itu setara dengan iman seseorang,dengan akhlak seseorang,seperti Rasulullah sabdakan :
‘”Malu itu adalah sebagian dari iman dan iman itu disurga”“Malu dan iman itu bergandengan bersama,bila salah satunya di angkat maka yang lainpun akan terangkat”“Sesungguhnya setiap agama itu memiliki akhlak dan akhlak islam itu adalah rasa malu”
Betapa indahnya Allah ciptakan rasa malu pada hamba-Nya,bayangkan apa jadinya jika tidak ada rasa malu pada diri kita?
Apabila direnungi,hikmah hijab tidaklah hanya untuk diri sendiri,tetapi juga untuk orang-orang di sekitarnya,orang -orang yang menyayangi dan mengkhawatirkannya.Betapa kita sebagai anak akan memberikan rasa tenang pada hati kedua ibu bapak kita jika anak perempuannya telah melindungi dirinya dengan pakaian yang menyejukkan hati,sehingga ia tidak mudah diganggu orang-orang fasik saat akan meninggalkan rumah.Begitu juga dengan suaminya.hatinya akan lebih tentram jika istrinya hanya untuk dirinya,bahwa istrinya terjaga dari pandangan pria-pria lain yang bukan muhrimnya.karena itu,dapat dikatakan hijab selaras dengan pelindung dan perasaan cemburu yang merupakan fitrah orang tua maupun suami,seorang lelaki sempurna yang tidak senang dengan pandangan-pandangan khianat yang tertuju kepada istri dan anak wanitanya.
Ali bin Abi Thalib ra berkata : ” Telah sampai kepadaku bahwa wanita-wanita kalian berdesak-desakkan dengan laki-laki kafir orang ‘ajam (non arab) di pasar-pasar,tidakkah kalian merasa cemburu? Sesungguhnya tidak ada kebaikan pada seseorang yang tidak memiliki perasaan cemburu.”
“Dan katakanlah kepada perempuan yang beriman,..dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya,dan janganlah menampakkan auratnya..” (Q.S. An-Nur : 31)
” Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya keseluruh tubuh mereka.Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal,dan agar mereka tidak diganggu.” (Q.S Al-Ahzab : 59)
Saudariku,menutup dan mengulurkan berbeda dengan membungkus,mengulurkan tidak hanya menutup lembaran kulit.Alangkah sia-sianya jika yang kita lakukan hanya sekedar membungkus,sedangkan perintah Allah tidak mungkin sia-sia.Dengan membungkus,kulit memang tidak terlihat tapi tiap-tiap lekuk tubuh dan rambut masih tergambar jelas,dibalik kain yang transparan atau kain yang ketat.Hikmah berjilbab adalah mengangkat derajat seorang muslimah,bukan hanya sekedar kulitnya tidak terlihat.Derajatnya diangkat dengan menjauhkannya dari syahwat yang bukan muhrimnya,sehingga ia dinilai berdasarkan kecerdasan pribadinya,kebaikan akhlaknya,tidak hanya sekedar tampilan luar atau bahkan lekuk tubuhnya yang dapat hilang dengan sekejap jika Allah berkehendak.Percayalah,Allah Yang Paling Tahu diri kita,apa yang baik dan apa yang kita butuhkan,bahkan lebih dari kita sendiri.Betapa Allah menyayangimu,dan betapa islam memuliakanmu wahai saudariku.
Sekarang pertanyaannya, sayangkah kau pada dirimu? Inginkah kau dimuliakan?

Resep Kue Bugis

Resep Kue Bugis
Bahan-bahan Kue Bugis

hj

 
• Kulit :
• 250 gram tepung ketan
• 50 gram tepung kanji
• 10 lembar daun suji
• 10 lembar daun pandan
• 75 cc air
• 1 sendok teh air kapur sirih
Isi :
• 225 gram kelapa parut
• 250 gram gula merah, iris tipis
• 100 cc air
• 1/4 sendok teh garam
• 1 lembar daun pandan
Saus :
• 100 cc santan
• 1 sendok teh tepung beras
• 1/4 sendok teh garam
Cara membuat Kue Bugis :
1. Isi : campur semua bahan, aduk rata, masak hingga matang dan air terserap habis, angkat, lalu bagi menjadi 15 bagian, bentuk menjadi bulatan-bulatan, sisihkan.
2. Saus : campur sua bahan, aduk rata, masak hingga mengental, lalu angkat, sisihkan.
3. Kulit : haluskan daun suji dan daun pandan, lalu masukkan air, aduk rata, peras, saring, sisihkan.
4. Campur tepung ketan, tepung kanji, dan air kapur sirih, aduk rata, lalu masukkan campuran air daun suji tadi sedikit-sedikit sambil terus diaduk hingga adonan dapat dibentuk, bagi menjadi 15 bagian.
5. Ambil 1 bagian adonan kulit, bulatkan, pipihkan, lalu isi dengan 1 bagian adonan isi, bulatkan kembali, ulangi hingga semua bahan habis.
6. Ambil selembar daun pisang, olesi dengan sedikit minyak, lalu letakkan kue bugis di bagian tengahnya.
7. Tuangkan 3 sendok makan saus di atasnya, bungkus, ulangi hingga semua bahan habis, lalu kukus hingga matang, angkat, sajikan.

Resep Coto Makassar

Resep Coto Makassar Asli Enak dan nikmat. itulah gambaran betapa masakan tradisional ini begitu memikat, yuk cari tahu cara membuat nya. Dari campuran gurih rempah-rempah menciptakan rasa yang berbeda sehingga khas makassar terpatri erat lekat dengan resep masakan ini

.Resep-Masakan-Coto-makassar-Spesial

Bahan Bahan yang diperlukan:
• 1 kg daging sapi bagian paha atau apa saja
• 2 liter air cucian beras putih
• 5 batang serai, dimemarkan dulu
• 5 lembar daun salam
• 250 gram kacang tanah, goreng, tumbuk, dan haluskan.
• 3 sendok makan minyak goreng, untuk menumis
• 5 cm jahe, memarkan
• 1 ruas lengkuas, dimemarkan dulu
Bumbu yang dihaluskan: – 8 butir kemiri disangrai dulu – 10 siung bawang putih – 1 sendok makan ketumbar, disangrai dulu – 1 sendok teh jintan, disangrai dulu – 1 sendok makan garam – 1 sendok teh merica butiran. Pelengkap: – Bawang goreng garing – Irisan daun bawang segar – Irisan seledri segar
Cara Membuat Coto Makassar asli:
1. – Pertama rebus daging sapi bersama air cucian beras, serai, lengkuas, jahe, dan daun salam sampai empuk (lebih bagus pake presto), lalu potong-potong dadu,tiriskan.air rebusannya (kaldu) jangan dibuang. Optional : Jika ada jeroan, (hati,jantung dll) harap direbus dengan air biasa dan ditempat terpisah.
2. – Kemudian Panaskan minyak goreng, tumis bumbu yang dihaluskan diatas hingga harum.
3. – Bumbu yang sudah ditumis tersebut kemudian dimasukkan ke dalam kaldu panaskan lagi, tambahkan kacang tanah goreng yang sudah dihaluskan, kemudian tunggu sampai mendidih.
Selesai. Cara menyajikan: Siapkan mangkuk, masukkan irisan daun bawang, seledri, dan sedikit garam. Bila anda suka bisa tambahkan penyedap (vetcin). lalu masukkan potongan daging, jantung, hati maupun jeroan ke dalam mangkuk. tuangkan air kaldu ke dalam mangkuk kemudian taburi bawang goreng, tambahkan kecap dan perasan air jeruk nipis. Sajikan sewaktu hangat. Masakan ini bisa dimakan tanpa nasi tapi lebih enak jika ditemani ketupat. So silahkan share ya Resep Coto Makassar Asli Enak ini

DaurUlang Barang Bekas

DUS KECIL JADI KANTONG
Sering lihat nota, rekening listrik, kwitansi, kertas kecil-kecil berserakan kadang bikin BT juga.
Nah karena ada dus bekas tinta ama kertas kado yang belum kepakai, ya udah bikin project baru aja yang bermanfaat.

Potong dus tinta jadi dua kemudian bungkus dengan kertas kado. Ambil satu lembar kardus yang agak lebar (aku pakai dus bekas jam dinding) kemudian dilembarkan dan dibungkus lagi dengan kertas kado.
Setelah semua kardus terbungkus kemudian tempel dus-dus kecil tadi pada lembaran kardus sesuai selera.
Jadilah kantong-kantong bermanfaat yang bisa dipakai tempat nota, rekening dll. Kalo perlu dikasih tulisan depannya biar nggak keliru.

Permasalahan Lingkungan Hidup

Permasalahan Lingkungan Hidup
Ada banyak permasalahan dari lingkungan hidup, antara lain:

• Polusi Udara: Pencemaran lingkungan Hidup akibat polusi ini merupakan acaman serius bagi keberlangsungan kelestarian lingkungan hidup. penggunaan bahan kimia sebagai salah satu bahan untuk aktifitas kehidupan menimbulkan dampak yang berbahaya bagi keberlangssungan Lingkungan hidup. kimia berbahaya ditemukan di semua generasi baru dan diperkirakan satu dari empat orang di dunia terpapar polusi udara yang tak sehat.
• Kekurangan bahan Pangan: Akibat dari meluasnya perilaku industrialisasi dibernagai belahan bumi, menimbulkan dampak penyempitan akan lahan budidaya bahan pangan pokok manusia, yang pada akhirnya menimbulkan krisis bahan pangan. Sehingga diprediksikan 1 dari 6 orang di dunia menderita kelaparan dan gizi buruk
• Kekurangan Sumber Daya Air. Air merupakan salah satu bahan yang terpenting bagi keberlangsungan hidup manusia. Na pada tahun 2025 nanit, dirediksikan akan ada krisis air yang parah di beberapa belahan bumi ini.
• Sumber Daya Eergi Hampir Habis: Sumber daya energi semisal minyak bumi atau BBM serta gas bumi telah mulai berkurang, ini diakibatkan karena pemakaian minyak dan gas bumi yang berlebihan. dan pada tahun ini mula dirasakan dampak dari merosotnya produksi minyak da gas bumi.
• Perubahan Iklim: Tantangan terbesar adalah perubahan iklim, yang menyebabkan meningkatnya gempa bumi, tsunami, gunung meletus, badai, banjir, kekeringan dan hilangnya spesies.
Solusi Lingkungan Hidup
Dari berbagai permasalahan lingkungan hidup, seperti polusi udara, kekurangan bahan pangan, krisis air bersih, berkurangnya sumber daya energi dan perubahan iklim, maka kita dapat menciba mengatasinya dengan lagkah – langkah sebagai berikut.
Penghijauan Massal
Penghijauan adalah reboisasi hutan, pembuatan hutan kota, dan penanaman pohon dilingkungan sekitar, program penghijauan sendiri sudah mulai digalakkan oelh pemerintah, misalkan program penanaman sejuta pohon dll, namun keberhasilan program penghijaua ini akan sukses jika didukug oleh seluruh lapisan masyarakat. Adapun dari kegiata peghiajauan ini dapat mengatasi dampak atau masalah tetang polusi udara, krisis air bersih dan perubahan iklim.
Produksi bahan Pangan Massal
Produksi bahan pangan secara massal berguna untuk mengatasi akan ancaman kekurangan bahan pangan bagi ummat manusia. Sebenarnya produksi massal bahan pangan ini sudah lama diusahakan, yakni dengan adanya Revolusi Hijau. Indonesia sendiri sudah menerapkan revolusi hijau ini dengan cara peningkatakan kulitas prosuksi beras dengan pemilihan bibit unggul dengan tujuan peningkatan produksi beras.
Pencarian Bahan Energi Alternatif
Berbagai pihak, terutama pakar hendaknya memikirkan solusi utuk mencari bahan energi subtitusi, agar ancaman kekurangan sumber daya energi minyak dan gas bumi bisa diatasi. Pencarian alternatif bahan energi itu, misalnya mengusahakan pengolahan biogas, misalkan pengolahan buah jarak sebagai bahan energi, serta masih banyak biogas lain yang dapat diusahakan.
Demikianlah artikel Pustaka Sekolah yang membahas mengenai Artikel Lingkungan Hidup semoga artikel ini tentunya dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi kita semua.[ps]